KEPASTIAN HUKUM ATAS KAWASAN HUTAN REGISTER 45 SUNGAI BUAYA TERHADAP PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN DI PROVINSI LAMPUNG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

Idris Sarong Al, Mar (2021) KEPASTIAN HUKUM ATAS KAWASAN HUTAN REGISTER 45 SUNGAI BUAYA TERHADAP PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN DI PROVINSI LAMPUNG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN. Masters thesis, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM.

[thumbnail of Cover] Text (Cover)
TESIS IDRIS SARONG AL MAR COVER _1.pdf - Submitted Version

Download (220kB)
[thumbnail of Abstrak] Text (Abstrak)
TESIS IDRIS SARONG AL MAR ABSTRAK _1.pdf - Submitted Version

Download (88kB)
[thumbnail of BAB I] Text (BAB I)
TESIS IDRIS SARONG AL MAR BAB I _1.pdf - Submitted Version

Download (308kB)
[thumbnail of BAB II] Text (BAB II)
TESIS IDRIS SARONG AL MAR BAB II _1.pdf - Submitted Version
Restricted to Registered users only

Download (440kB) | Request a copy
[thumbnail of BAB III] Text (BAB III)
TESIS IDRIS SARONG AL MAR BAB III _1.pdf - Submitted Version
Restricted to Registered users only

Download (353kB) | Request a copy
[thumbnail of BAB IV] Text (BAB IV)
TESIS IDRIS SARONG AL MAR BAB IV _1.pdf - Submitted Version
Restricted to Registered users only

Download (378kB) | Request a copy
[thumbnail of BAB V] Text (BAB V)
TESIS IDRIS SARONG AL MAR BAB V _1.pdf - Submitted Version
Restricted to Registered users only

Download (284kB) | Request a copy

Abstract

Sumber daya alam kehutanan Indonesia sebagai karunia Tuhan
Yang MahaEsa merupakan kekayaan alam yang memberi manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Di samping itu mempunyai manfaat serba guna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Bagi manusia, hutan sebagai penopang kehidupan, untuk kesejahteraan hidup, peningkatan ekonomi, kesehatan, dan lingkungan hidup yang baik, dan sebagainya. Bagi makhluk hidup lainnya, hutan merupakan ekosistem (rumah tangga) atau habitat tempat berkembang biaknya segala jenis
hewanyang dilindungi atau tidak dilindungi.Bagi alam itu sendiri adalah untuk keseimbangan persekutuan hidup alam hayati dan lingkungannya. Oleh karena itu hutan dan kawasan hutan perlu dijaga keberadaan dan keutuhannya secara lestari dan berkelanjutan. Hal Kehutanan, sebelum Indonesia merdeka, Pemerintah Nederland Indie (Hindia Belanda) telah menetapkan Boschordonantie (1929) untuk mengatur masalah kehutanan bagi wilayah-wilayah jajahannya, terutama untuk Jawa dan Madura. Sumber daya alam kehutanan Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang MahaEsa merupakan kekayaan alam yang memberi manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Di samping itu mempunyai manfaat serba guna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Bagi manusia, hutan sebagai penopang kehidupan, untuk kesejahteraan hidup, peningkatan ekonomi,
kesehatan, dan lingkungan hidup yang baik, dan sebagainya. Bagi makhluk hidup lainnya, hutan merupakan ekosistem (rumah tangga) atau habitat tempat berkembang biaknya segala jenis hewanyang dilindungi atau tidak dilindungi.Bagi alam itu sendiri adalah untuk keseimbangan persekutuan hidup alam hayati dan lingkungannya. Oleh karena itu hutan dan kawasan hutan perlu dijaga keberadaan dan keutuhannya secara
lestari dan berkelanjutan. Sumber daya alam kehutanan Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang MahaEsa merupakan kekayaan alam yang memberi manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Di samping itu mempunyai manfaat serba guna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Bagi
manusia, hutan sebagai penopang kehidupan, untuk kesejahteraan hidup, peningkatan ekonomi, kesehatan, dan lingkungan hidup yang baik, dan sebagainya. Bagi makhluk hidup lainnya, hutan merupakan ekosistem (rumah tangga) atau habitat tempat berkembang biaknya segala jenis hewan yang dilindungi atau tidak dilindungi.Bagi alam itu sendiri adalah untuk keseimbangan persekutuan hidup alam hayati dan lingkungannya. Oleh karena itu hutan dan kawasan hutan perlu dijaga keberadaan dan keutuhannya secara lestari dan berkelanjutan. Boschordonantie berlaku hingga 22 tahun setelah negara Republik Indonesia merdeka. Kemudian pada 1967 lahirlah Undang-Undang Kehutanan yang baru [Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1967 (UUPK)] yang berlaku untuk seluruh Indonesia. Namun dalam
perjalanannya hutan negara terlanjur teregradasi (rusak) akibatbanyaknya okupasi baik oleh masyarakat maupun oleh badan-badan usaha yang tidak terkendali dan ilegal. Pada ketika itu pula dalam rangka menghimpun dana pembangunan, Pemerintah Orde Baru membuka peluang bagi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri, yakni dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968. Di bidang kehutanan adalah kebijakan tentang pemberian konsesi dalam bentuk “Hak
Pengusahaan Hutan” (HPH)secara besar-besaran guna memenuhi
komoditi ekspor dan bahan baku industri. Hal ini berlangsung selama 32 tahun hingga ditetapkannya Undang-Undang Kehutanan yang baru (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) sebagai pengganti UUPK 1967. Dengan adanya landasan hukum baru, Pemerintah mengeluarkan kebijakan di bidang kehutanan, yaitu tentang reklamasi hutan dan lahan
yang rusak, baik kerusakan akibat perbuatan manusia maupun karena faktor alam sendiri (kebakaran, erosi, dsb.). Terhadap kawasan hutan yang tidak ada tegakan pohon (gundul) dilakukan upaya “reboisasi”, penanaman kembali areal kawasan hutan, baik dilakukan oleh Instansi Kehutanan sendiri maupun dengan mengikutsertakan masyarakat dan badan-badan usaha swasta. Penanaman kembali tanaman hutan diutamakan pada areal-areal kawasan hutan yang kritis dan kurang produktif. Kemudian dibuat ketentuan yang menjadi pedoman tentang
penanaman pohon pada kawasan hutan dengan fungsi “produksi”, yang sudah ditata batas, diketahui letak, luas, dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang diserahi tugas bidang kehutanan. Ketentuan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) dan seperangkat peraturan pelaksanaannya.Provinsi Lampung termasuk salah satu daerah yang kondisi kawasan hutannya rusak,sekarang tinggal hanya seluas 1.004.735 hektar (24,49% dari luas wilayah provinsi),maka dijadikanlah daerah tersebut sebagai objek observasi dan riset, karena Lampung kondisi dan kawasan hutannya sudah berada di bawah luas yang seharusnya dipertahankan (minimum 30% dari luas daratan), sehingga dipandang layak dan dapat mewakili kondisi hutan serupa di daerah-daerah lain seluruh Indonesia. Adapun fokus penelitian adalah kawasan Hutan Produksi Register 45 Sungai Buaya di Kabupatn Mesuji, Lampung, yang diserahkan pengelolaannya kepada badan usaha swasta, sebagai areal “hutan tanaman” seluas + 43.100 hektar berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 93/Kpts-II/1997 tanggal 17 Februari 1997.

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: 17260024
Uncontrolled Keywords: Kehutanan, Undang-undang
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Program Studi Magister Hukum
Depositing User: miss Almananda Diyanti
Date Deposited: 18 Aug 2022 05:03
Last Modified: 18 Aug 2022 05:03
URI: http://digilib.iblam.ac.id/id/eprint/342

Actions (login required)

View Item
View Item