PENERAPAN SANKSI PIDANA MATI BAGI PELAKU PERMUFAKATAN JAHAT TANPA HAK MENGEDARKAN NARKOTIKA GOLONGAN I BUKAN TANAMAN (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NOMOR: 92/PID.SUS/2017/PT.PBR)

Penyalahagunaan dan peredaraan gelap narkotika masih terus menjadi ancaman serius bagi setiap negara, hal ini diakibatkan oleh terjadinya peningkatan produksi Narkotika secara illegal dan pendistribusian yang begitu cepat dan meluas dengan tidak lagi mengenal batas antara Negara, yang mengakibatkan korban peyalahgunaan narkotika yang setiap tahun mengalami peningkatan. Penerapan sanksi bagi penyalahgunaan narkotika khususnya bagi pengedar atau Bandar, bahkan diancam dengan pidana mati, tidak juga memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana narkotika ini. Dengan adanya hukuman mati ini memberikan sinyal kepada para pengedar dan bandar yang ingin bermain di Indonesia. Dalam penelitian skripsi ini penulis memberikan
contoh kasus permufakatan jahat mengedarkan narkotika golongan I bukan tanaman yang kasusnya telah diputus dengan sanksi pidana hukuman mati berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor: 92/PID.SUS/2017/PT.PBR. Rumusan masalah yang dibahas penulis adalah: 1)Bagaimana motif pengedaran narkotika sehingga dikatagorikan sebagai tindak pidana? dan 2) Bagaimana penerapan sanksi pidana mati
bagi pelaku tindak pidana permufakatan jahat mengedarkan narkotika golongan I bukan tanaman seperti dalam Putusan Pengadilan Nomor 92/PID.SUS/2017/PT.PBR ?. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode yuridis normatif, yaitu dengan mengumpulkan data dengan studi kepustakaan, dilakukan dengan mencari, mengutip, mencatat, menginventarisasi, menganilisis, dan mempelajari data yang
berupa bahan-bahan pustaka yang dibutuhkan dan berhubungan dengan penerapan sanksi pidana mati terhadap pelaku pengedar narkotika. Akhirnya berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa Penerapan sanksi pidana mati bagi pelaku tindak pidana permufakatan jahat mengedarkan narkotika golongan I bukan tanaman seperti dalam Putusan Pengadilan Nomor 92/PID.SUS/2017/PT.PBR, sudah sepantasnya diterapkan karenaperkara narkotika digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dan oleh karena Terdakwa dalam perkara ini tidak menyangkal bahkan sebelumnya juga pernah mengirim mobil maupun mengantarkan bungkusan ke hotel Harmoni dan Hotel Nagoya di Batam, yang diduga kuat sebagai barang narkotika, sedangkan hal-hal yang meringankan dalam perkara ini tidak ada, maka adalah patut dan adil kepada Terdakwa dijatuhi pidana yang lebih berat dari pidana penjara seumur hidup yaitu pidana mati.